Table of Content

REVIEW FILM “SANG PENCERAH”

REVIEW FILM NASIONAL SANG PENCERAH

 REVIEW FILM “SANG PENCERAH”


Sebagai media massa, industri perfilman tidak ada habisnya. Film digunakan sebagai media yang dapat mencerminkan realita atau membentuk realita. Cerita yang ditanyangkan lewat film dapat berbentuk fiksi atau non fiksi. Dalam film dapat memberikan informasi yang mendalam karena film adalah media audio visual. Dan media ini dapat mempunyai peran sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat, salah satunya pesan dakwah.

Pada era globalisasi saat ini, informasi dan komunikasi menjadi sangat penting terutama dalam berdakawah dan menginformasikan nilai-nilai islam dari satu generasi ke generasi lainya. Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah keburukan. Hal tersebut ditunjukkan dalam bentuk kata perintah, seperti dalam QS. An-Nahl ayat 125 dengan kata “serulah”. Disebutkan sebagai berikut:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

Artinya “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl: 125).

Ayat di atas menjelaskan bahwa perintah dakwah bagi umat islam hukumnya wajib. Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauan sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Berdakwah juga memberikan nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan tersebut dapat menyentuh hati. 

Film adalah suatu media hiburan yang semakin populer dan diminati oleh khalayak umum. Lebih dari itu film merupakan teks sosial yang merekam dan sekaligus berbicara tentang kehidupan masyarakat pada saat film tersebut produksi. Bisa dikatakan bahwa citra dan naratif dari sebuah film adalah jendela yang cukup signifikan untuk melihat dan memahami realita sosial yang terjadi pada ruang dan kurung waktu tertentu.  Film dapat memiliki pengaruh positif dan negatif, salah satu pengaruh positif adalah pesan film yang disampaikan dengan menanamkan nilai pendidikan, kebudayaan, budi pekerti, dan sebagainya. Di sisi lain film juga dapat memiliki pengaruh negatif jika tanpa adanya filter yang baik sebelum ditayangkan. Banyak kemrosotan moral yang terjadi belakangan ini pada masyarakat dikarenakan banyak beredar film yang tidak mempunyai manfaat. Ada banyak film yang yang lebih menampilkan sisi pornografi dan kekerasan untuk menarik simpati penonton daripada makna isi cerita yang ingin disampaikan. Hal ini banyak menimbulkan kesalahfahaman menangkap makna yang ada pada film tersebut. Kesalahfahaman itu terbukti pada beberapa kasus seperti pelecehan seksual dan kekerasan.

Di awal millenium baru ini tampaknya mulai ada gairah baru dalam dalam industri film Indonesia terutama film yang mengungsung tema dakwah. Seperti halnya film Ketika Cinta Bertasbih, Mihrab Cinta, Ayat-Ayat Cinta, Sang Pencerah yang begitu fenomenal semakin memberikan peluang bagi para penggiat sineas dakwah. Kenyataan kini tidak hanya film yang bergenre horor, percintaan remaja atau komedi yang bisa diterima masyarakat umum namun film yang bernuansakan Islam pun mampu menjadi tontonan dengan rating tinggi. Maka hal tersebut bisa menjadi. Suatu modal besar bagi para sineas dakwah dalam mentraformasikan nilai keislaman pada media perfilman ini.  

Film dalam perpesktif ilmu dakwah termasuk berbentuk jihad dengan media massa.  Tanggapan umat islam terhadap film juga dua sisi yaitu pro dan kontra. Mayoritas muslim Indonesia merespon film secara positif selama film digunakan untuk perjuangan umat islam dan bukan untuk menghancurkan umat islam. Terdapat salah satu film yang menceritakan perjuangan tokoh nasional K.H Ahmad Dahlan yaitu film Sang Pencerah. Berbagai peristiwa diceritakan pada film Sang Pencerah. Film Sang Pencerah ini menceritakan perjalanan kehidupan K.H Ahmad Dahlan dalam membela kebenaran, yang pada saat itu Islam terpengaruh ajaran dari Syeh Siti Jenar yang meletakkan raja sebagai perwujudan Tuhan. Terjadilah Masyarakat di Kauman yang meyakini ajaran agama yang tidak tepat, seperti tahayul, mistik, bid’ah dan sebagainya. Film Sang Pencerah menjadikan sejarah sebagai pelajaran pada masa kini tentang toleransi, kekerasan berbalut agama, koeksistensi (bekerjasama dengan yang berbeda keyakinan) dan semangat perubahan.


Berhubungan dengan upaya pengumpulan data, maka hal utama yang menentukan kualitas data ialah teknik pengumpulan data dan instrumentnya. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi alat utama adalah peneliti sendiri. Berhubung data yang dipakai dalam penelitian ini berupa teks atau karya seni yang dinarasikan dalam bentuk film, maka teknik pengumpulan data menggunakan observasi yang dilakukan adalah:

a) Menonton secara langsung film Sang Pencerah.

b) Menyimak dan mengamati kata demi kata serta setiap adegan maupun gerakan tubuh yang ada pada film Sang Pencerah.

c) Mencatat, memilah, menganalisis, mengategorikan serta mengemukakan temuan-temuan yang dinilai penting dan secara detail nilai-nilai pendidikan yang terdapat di dalam film Sang Pencerah.

b. Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2013:240) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, jurnal, buku dokumentasi, internet dan pustaka atau karyakarya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, dan film. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi. Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan dokumen untuk memasukkan cuplikan gambar/screenshot beserta waktu pada film Sang Pencerah untuk lebih kredibel/dapat dipercaya datanya apabila terdapat bukti yang valid.

B. Temuan Penelitian

1. Cerita Film Sang Pencerah

a) Profil Pemeran Utama dalam Film Sang Pencerah 

Pemeran utama dalam film Sang Pencerah adalah seorang aktor Indonesia bernama Lukman Sardi. Ia lahir di Jakarta pada tanggal 14 Juli 1971. Ia akrab dipanggil dengan sebutan Memet oleh sahabat-sahabat terdekatnya. Isterinya bernama Pricillia Pullunggono dan memliki 3 orang anak yaitu, Akiva Dishan Ranu Sardi, Akira Deshawn Yi Obelom Sardi dan Akino Dashan Kaimana Sardi. Seperti dalam film Sang Pencerah arahan Hanung Bramantyo, ia menjadi pemeran utama dalam memerankan tokoh nasional yaitu K.H Ahmad Dahlan pada tahun 2010. 

K.H Ahmad Dahlan merupakan tokoh yang memperkenalkan tokoh wajah Islam yang, terbuka, rasional dan modern. Lukman Sardi dalam film tersebut terlihat menumbuhkan kumis dan janggut untuk menyesuaikan tampilannya dengan K.H Ahmad Dahlan. Begitu pula dengan sorban yang terlilit di kepalanya. Karakter K.H Ahmad Dahlan yang tenang namun tegas, tampaknya berhasil Lukman Sardi bawakan dalam film Sang Pencerah.

b) Isi Cerita Film Sang Pencerah 

Film Sang Pencerah menggambarkan jatuh bangunnya seseorang pemuda bernama Ahmad Dahlan. Lahir dengan nama Muhammad Darwis, si kecil Ahmad Dahlan sudah menunjukkan sisi kepeduliannya dan kegelisahannya terhadap pelaksanaan agama Islam di Kauman yang dimatanya sedikit agak melenceng dari apa yang diajarkan. Anak dari Khatib Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta dan lahir pada 1 Agustus 1868 ini semakin menunjukkan sikapnya yang kritis terhadap agamanya sendiri ketika beranjak remaja, sampai-sampai Darwis “iseng” mencuri sesajen warga untuk dibagikan kepada fakir miskin. 

Darwis pun meninggalkan Kauman dan pergi haji ke Mekah sambil menuntut ilmu serta mendalami ajaran Islam. Sekembalinya dari Mekah, Darwis yang kini mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan, melihat Kauman yang ditinggalkan selama 5 tahun ternyata tidak banyak berubah termasuk ajaran Islam yang masih dicampur-adukan dengan kebudayaan mistis. Ditambah para pemuka agama yang masih “kolot” dalam menerima perubahan, menolak semua yang berkaitan dengan Belanda dan melabelinya dengan produk kafir. Beliau risau atas penerapan syariat Islam yang melenceng ke arah sesat, syirik serta bidah di kampungnya bernama Kauman. Pemuda tersebut mau mengganti tata ketentuan syariat Islam di situ, dengan suatu kompas serta peta, Dahlan menampilkan arah kiblat di Masjid Besar Kauman yang sepanjang ini diyakini ke barat nyatanya bukan menghadap ke Ka’bah di Mekah, melainkan ke Afrika. Usul itu otomatis membuat para kyai, tercantum penghulu Masjid Agung Kauman, Kyai Penghulu Cholil Kamaludiningrat meradang.

Ahmad Dahlan dengan pemikirannya yang luas, bijaksana, namun kadang terucap dengan sederhana ini berniat untuk meluruskan arti ajaran Islam yang sesungguhnya. Dia pun dipercaya menggantikan ayahnya menjadi Khatib Masjib Besar Kauman dan mulai membangun surau di dekat rumahnya. Surau inilah yang akan menjadi pusat penyebaran pemikiran dan ajaran Dahlan. Mengubah sudut pandang ajaran Islam yang sudah tumbuh selama setengah abad di Kauman memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, langkah kontroversial Dahlan ingin mengubah arah kiblat pun mengundang pertentangan dari penduduk Kauman dan tentu saja penolakan keras dari Kyai-Kyai disana. Ajarannya pun dianggap sesat dan berakhir dengan dirobohkannya surau miliknya. Sempat putus asa dengan reaksi saudaranya sesama muslim (memperlihatkan dia masih manusia biasa), di bantu dengan dukungan keluarga, Dahlan kembali bangkit dan meneruskan ajarannya demi kebaikan umat. Ahmad Dahlan yang sangat mementingkan pendidikan pun segera membangun sekolah, dia pun mengajar di sekolah Belanda dan mulai terlibat organisasi Budi Utomo. Reaksi keras pun kembali bertubi-tubi menghadangnya termasuk “gelar baru” kyai kafir yang diberikan kepada Dahlan. 

Bersamaan berjalannya waktu, pembaharuan yang dibawa Ahmad Dahlan juga bisa diterima oleh sebagian warga, diawali dari metode selametan serta perkawinan yang tidak wajib mengundang orang banyak serta tidak wajib memakai sesaji. Baginya, kala selametan itu perihal terutama merupakan doa nya bukan orang yang banyak ataupun sesaji serta perkawinan semacam itu, yang terutama terdapatnya saksi atas kedua mempelai serta penghulu. Sekolah yang dibuka Dahlan juga ramai didatangi kanak-kanak yang mau menimba ilmu disitu. Begitulah suka ataupun duka yang dialami oleh Ahmad Dahlan, isteri beserta anak muridnya dalam mengganti pemikiran warga Kauman.






Berdasarkan proposal yang dibuat, penulis mendapatkan informasi bahwa film dari  “Sang Pencerah” ini yaitu :

1. KH. Ahmad Dahlan merupakan tokoh yang ingin meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW dengan mendirikan organisasi yang bertujuan untuk kepentingan social dan agama . Beliau juga tidak takut terhadap penguasa dan berani mengambil resiko apapun yang dihadapi. Sehingga bagi penonton dapat menyerap makna dari isi film Sang Pencerah ini dengan baik dan mampu menerapkannya dalam kehidupan. Kemrosotan moral yang sedang banyak terjadi di bangsa ini sehingga memperlukan adanya pembaharuan yang tetap pada syariat dan ketentuan alquran serta hadits, seperti yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan.

2. KH. Ahmad Dahlan bukan hanya ulama yang menerapkan ucapannya saja tetapi juga didampingi dengan tindakan. Sehingga membentuk sebuah organisasi yang beliau dirikan sendiri yang diberi nama dengan “Muhammadiyah”. Organisasi ini didirikan untuk kepentingan sosial dan agama. Di film Sang Pencerah ini diceritakan bahwa beliau dapat mengembangkan “Muhammadiyah” hingga diluar Yogyakarta. Disini dapat diambil maknanya, bahwasannya untuk para penonton dapat mencontoh Ahmad Dahlan dalam membina, mengelola organisasi yang beliau dirikan dengan sebaik mungkin.

3. Sang Pencerah” terlihat jelas seperti sebuah cermin bergerak yang memantulkan bayangan atas apa yang tengah terjadi di masa sekarang. Dimana agama yang seharusnya menyatukan justru menjadi korban, dijadikan kambing hitam dan alat pemecah belah perdamaia



Daftar Pustaka

Andi Fikra Pratiwi Arifuddin, “Film Sebagai Media Dakwah Islam”, dimuat dalam Jurnal Aqlam, Vol. 2, No.2, Desember 2017.

https://m.cnnindonesia.com diakses pada tanggal 3 Juni 2022 pada pukul 18.52.

Mohamad Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2004).

Ratna Noviani, “Konsep Diri Remaja Dalam Film Indonesia: Analisis Wacana Atas Film Remaja Indonesia tahun 1970-2000-an”, April 2011, hal. 40, diambil dari https://journal.ugm.ac.id/kawistara/article/download/3905/3189, diakses pada tanggal 3 Juni 2022, 18.49.