Table of Content

Posts

Cerita fiksi,Ruang Seni Alat Gamelan

Namaku Ferdi, aku sekolah disalah satu SMA Negri di kota Bandung. Menjadi siswa kelas 2 dengan

banyak kegiatan sebenarnya membuatku sedikit kewalahan, namun untungnya dapat aku kerjakan

semuanya. Kebetulan ditengah ujian kenaikan kelas ini, aku dan tim ekstrakulikulerku dihadapkan

kepada sebuah lomba.

Jadi disela-sela ujian, akupun harus mengikuti ekskul. Namun untuk mencapai hasil yang maksimal

memang harus ada pengorbanannya. Sekolahku tidak terlalu besar, namun renovasi yang dilakukan di

sekolahku ini membuat sekolahku sekarang lumayan tampak terlihat agak besar. Dengan bangunan

yang ditingkatkan dan karena renovasi besar-besaran beberapa ruanganpun dipindahkan bahkan ada

beberapa yang belum jadi.

Aku sempat kebingungan mencari ruang kesenian, saat itu aku membutuhkan sebuah kendang untuk

digunakan sebagai propertiku nanti. Aku menghubungi guru kesenianku dan ternyata ruang kesenian

itu sudah pindah ke lorong belakang sekolah. Dulu disana merupakan rumah warga sekolah namun

sekarang sudah dikosongkan, ada beberapa ruangan yang tidak terlalu besar sekarang dijadikan

gudang dan salah satunya adalah ruangan kesenian.

Aku diberikan kunci ruang kesenian dan guruku berpesan kalo sudah dipakai kembalikan ke ruang

kesenian dan jangan lupa menguncinya, lalu aku pun mengiyakan. Tibalah hari pementasa, aku di

sibukan dengan barang-barang bawaan untuk dimasukan ke mobil bak dan ketika mobil akan

berangkat. Aku hampir saja lupa membawa kendang, aku pun bergegas menuju ruang kesenian dan

membuka kunci ruangan itu dan aku melihat alat-alat gamelan tersimpan kurang rapih.

Akupun mencari kendang, ternyata kendang tersebut berada diujung ruangan dekat sebuah gong.

Akupun segera mengambil kendang dan bergegas keluar dari ruangan itu dan tidak lupa untuk

mengunci ruang kesenian. Perlombaan pun berjalan lancar dan sekitar jam 7 malam, pengumuman

pemenangpun di umumkan dan tim ku menang. Kami pun bersorak gembira, setelah mengurus

administrasi kamipun pulang namun beberapa orang termasuk aku harus kembali ke sekolah.

Karena harus mengembalikan properti, dan sekitar jam 9 malam kami pun tiba disekolah dan segera

menyimpan properti di aula. Ketika semua sudah di aula, aku hampir saja lupa untuk menyimpan

kendang ke ruang kesenian. Karena ingin cepat pulang, aku menuju ruang kesenian untuk

menyimpan kendang itu.

Keadaan lorong itu sangat gelap, bahkan aku lihat ruang kesenian itu lampunya tidak menyala. Aku

membuka ruang kesenian dan memang terlihat agak gelap. Namun samar ada cahaya yang masuk

dari luar ruangan, tapi tetap hal itu membuatku belum bisa melihat jelas kedalam ruangan. Aku pun

melewati beberapa alat gamelan untuk menyimpan kendang pada tempatnya lagi.

Tapi ada sesuatu yang janggal, di ujung ruangan ini tepat di sebelah gong. Aku melihat ada yang

berdiri disana, salah satu tangannya bersandar diatas gong. Wajahnya tidak terlalu jelas, dan yang

aku lihat hanyalah sesosok bentuk manusia yang berdiri disana. Reflek aku membanting kendang dan

berlari keluar.

Teman-temanku terlihat panik ketika aku berlari sambil berteriak, "aku melihat seseorang berdiri

didekat gong". Penasaran, aku bersama temanku kembali keruang kesenian. Namun disana sudah

tidak ada siapapun dan setelah diperiksa tidak ada seorangpun didalam ruangan, aku pun langsung

keluar dan mengunci pintu.

Kami sempat membahasnya didepan sekolah, temanku pun malah ada yang bercanda. Sampai

perasaan takut hilang dan tak lama kami semua pulang. Sesampainya dirumah, aku langsung bersih-

bersih ke kamar mandi dan beranjak ke tempat tidur. Aku meregangkan otot-ototku sejenak sambil

memainkan hape, suasana rumahku saat itu sudah sepi.

Aku lihat jam menunjukan pukul 10 malam, rasa cape dan bercampur senang itu membuatku merasa

nyaman untuk tidur. Namun tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang membuatku tidak nyaman lagi

dan entah kenapa aku terfokus kepada gorden kamar yang tertutup itu. Aku bangkit sedikit sambil

memperhatikan gordenku itu terlihat biasa saja, namun tiba-tiba gordenku terkibas. Hanya beberapa

detik saja tapi jelas sekali ada yang menggerakan gordenku.

Bulu kuduk langsung merinding seketika, samar-samar aku mendengar suara geraman. Mataku masih

tertuju pada gorden itu dan tiba-tiba saja sesuatu keluar mengintip dari balik gorden. Menyembul

sebuah kepala yang mengintip dari balik gorden kamarku itu, dan sosok itu akhirnya terlihat jelas.

Ada sebuah kepala dan badan yang semuanya berwarna hitam.

Sontak aku langsung lari keluar dari kamar dan segera membangunkan keluargaku. Malam itupun

aku terjaga, aku menceritakan kepada ayah mengenai apa yang aku alami. Ayahku bertanya apa saja

yang aku lakukan seharian itu. Ketika aku menceritakan ruang kesenian, ayahku langsung

menegurku bahwa alat gamelan itu tidak boleh dilangkahi karena alat gamelan itu dinilai sakral dan

tidak bisa sembarangan.

Aku pun sadar bahwa aku telah melangkahinya, mau bagaimana lagi aku pun tidak tau. Tapi

untungnya esok harinya tidak terjadi apa-apa lagi. Namun hal itu menjadi sebuah pengalaman yang

tidak bisa aku lupakan.